Kehadiran berbagai komunitas budaya dan seni turut memeriahkan festival ini, menegaskan betapa pentingnya sinergi antar aktor budaya dalam memperkuat identitas dan keberlangsungan budaya lokal.
efnews.id - Kota Malang
Suasana ceria menyelimuti Kampung Budaya Polowijen pada sore Selasa, 2 April 2024, ketika warga setempat serta pengunjung dari berbagai penjuru berkumpul untuk merayakan Festival Kampung Budaya ke-7. Sebuah perayaan yang tak hanya menghadirkan kegembiraan semata, namun juga memperkuat esensi kebudayaan yang kental dalam setiap sentuhan acaranya.
Ki Demang, tokoh yang menjadi penggagas Kampung Budaya Polowijen (KBP) menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan perayaan ulang tahun KBP yang ke-7, yang juga dirangkai dengan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Malang yang ke-110. "Kehadiran hujan pada sore hari tidak menyurutkan semangat mereka, malah sebaliknya, semangat untuk menyiapkan festival semakin membara," tambahnya.
"Kami berharap KBP dapat terus berkembang dan menjadi ruang persemaian budaya bagi para seniman dan budayawan dari berbagai kalangan, muda dan tua," tambahnya penuh harap pria yang bernama asli Isa Wahyudi, yang juga ketua Pokdarwis Kota Malang. Dia menegaskan semangat untuk menjadikan kampung ini sebagai sarang kegiatan seni dan budaya yang beragam.
Pemandangan yang menarik dari festival ini adalah tampilan tari tarian dan kotekan musik dolanan dari kehadiran para Duta Budaya Kota Malang yang dikoordinir oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang. Mereka membawa nuansa segar ke dalam keramaian budaya Malangan.
Acara dibuka dengan Sarasehan Budaya bertema "110 Tahun Kota Malang: Majukan Budayaku, Nobatkan Kotaku", yang melibatkan puluhan Duta Budaya dan budayawan Malang. Para seniman senior seperti Ki Suwito, Ki Lelono, Mbah Rinto, Winarto Ekram, Yudhit Perdananto, Kholiq, Ki Suroso, Mah Karjo dan banyak lagi hadir untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan mereka. Rakai Hino dan Dwi Cahyono, para sejarahwan Malang, juga turut menyemarakkan acara dengan menawarkan dukungan terhadap kegiatan pelestarian cagar budaya.
Kayra Mazaya, salah seorang Putri Duta Budaya, mengungkapkan kekagumannya terhadap keberagaman budaya yang terwujud di Kampung Budaya Polowijen. "Kami ingin menjadikan festival ini sebagai ajang nyantrik bagi para Duta Budaya. Di sini, kita bisa belajar banyak tentang berbagai aspek kebudayaan Malang," ujar Duta Budaya Putri yang juga mahasiwa UB dengan antusias.
"Mulai dari seni tradisi, adat dan ritus, pengetahuan dan alat tradisional semua ada dan dipraktekkan di KBP. Dan tak kalah menarik, ternyata di KBP ini banyak kunjungan dan event budaya. Karenanya kami ingin kolaborasi disini, tandas Kayra.
Rakai Hiko sejarahwan Malang dan juga Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang juga memberikan kesempatan jika para duta budaya ada yang berminat terhadap kecagarbudayaan. "Cagar Budaya Kota Malang yang telah ditetapkan lebih dari 100 cagar budaya termasuk apa yang ada di situs Polowijen dan kita siap berkolaborasi dengan yang muda muda untuk lebih peduli terhadap budaya," ajak Rakai dalam Saresehan Budaya tersebut.
Acara dilanjutkan dengan pertunjukan seni budaya yang menampilkan beragam tarian tradisional, termasuk tari topeng Malang dan tarian kreasi. Penampilan istimewa dari Miben Voice, kelompok musik anak-anak yang menghadirkan kotekan musik dolanan, turut memeriahkan suasana.
Menuju waktu berbuka puasa, acara inti peringatan HUT Kampung Budaya Polowijen yang ke-7 dan Kota Malang yang ke-110 dimulai. Acara tasyakuran dengan pemotongan tumpeng dilakukan dalam tradisi Wilujengan Kamulyan, dihadiri oleh berbagai pihak terkait termasuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang, Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kota Malang Lurah dan LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan) Polowijen, Perempuan Bersanggul Nusantara dan Komunitas kebaya Indonesia dan perwakilan Universitas Gajayana Malang serta komunitas lokal lainnya.
Setelah berbuka puasa, acara tetap berlanjut dengan Sinau Budaya Mocopatan Malang dan Solawatan Jawa, yang dipandu oleh para tokoh budaya seperti Ki Suwito dan Ki Lelono. Mereka berbagi pengetahuan tentang seni dan budaya Malang, serta semangat untuk menjaga kearifan lokal. Ki Suwito satu satunya pemain ludruk Malang yang masih hidup. Beliau mempunyai keinginan kuat menularkan mocopat gaya Malangan kepada audiens terutama pada para Duta Budaya.
"Ada yang beda dari mocopat Malangan dengan mocopat Jawa Tengah, bedanya pada cengkok, dan tidak bisa ditembangkan. Karena beda maka mocopat Malang ini bisa diajukan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kota Malang," ungkap Ki Suwito sembari menyemangati Duta Budaya Kota Malang dan beliau siap melatih mereka di KBP.
Hadir pula dalam acara Perempuan Bersanggul Nusantara, Komunitas Kebaya Indonensia Kabupaten Malang, Miben Voice, Malang Dance, Upcycle Malang, Sekolah Budaya Polowijen, Dewan Kesenian Kota Malang, Dewan Kesenian Kabupaten Malang serta banyak lagi.
Tak hanya acara utama, kehadiran berbagai komunitas budaya dan seni turut memeriahkan festival ini, menegaskan betapa pentingnya sinergi antar aktor budaya dalam memperkuat identitas dan keberlangsungan budaya lokal.
Reporter: Francis Xavier