Candi Jago Hidup Kembali dalam Motif Batik
efnews.id - Kota Malang
Sejak UNESCO menetapkan batik sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada 2 Oktober 2009, bulan Oktober selalu diperingati sebagai Bulan Batik Nasional di seluruh Indonesia. Sebagai Intangible Cultural Heritage (ICH), batik layak diakui dunia karena dibuat dengan teknik dan beberapa simbol serta menjadikan budaya ini sangat melekat dengan budaya Indonesia.
Tahun ini, Malang memanfaatkan momentum tersebut dengan menggelar "Eksplorasi Batik Malang di Candi Jago," sebuah acara yang menggabungkan keindahan kain tradisional dengan sejarah lokal yang mendalam. Acara yang digagas oleh Asosiasi Perajin Batik Kota Malang tersebut diselenggarakan pada Sabtu, 12 Oktober 2024 di Situs Cagar Budaya Nasional Candi Jago di Tumpang. Acara ini diharapkan bukan hanya sekadar perayaan, tapi juga menjadi ajang untuk menghubungkan masa lalu dengan masa kini, tradisi dengan inovasi.
Para perajin batik, siswa, dan komunitas setempat berkumpul di Candi Jago dengan berbagai kegiatan, seperti tutorial cara mengenakan kain jarik dalam delapan model, Batik Show dengan 30 model, kelas mencanting, dan sarasehan tentang eksplorasi motif batik berbasis relief binatang menjadi centerpiece acara ini.
Wiwik Niarti, pemilik Batik Blimbing dan tokoh yang dikenal luas di kalangan perajin batik, memberikan tutorial eksklusif cara mengenakan kain jarik yang anggun. "Kita harus mengembalikan kesopanan dalam berbusana tradisional, terutama di kalangan generasi muda yang sudah banyak melenceng dari pakemnya," ujarnya, merujuk pada tren pemakaian kain yang kurang tepat.
Tidak hanya berfokus pada kain, acara ini juga memperkenalkan kekayaan relief Candi Jago kepada para undangan. Dipandu oleh Rakai Hino Galeswangi, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang, peserta diajak menyusuri candi untuk mempelajari ragam relief yang dapat dijadikan inspirasi motif batik. "Candi Jago kaya akan cerita dan motif hiasan, yang bisa menjadi sumber ide bagi para perajin batik," jelasnya. Relief binatang dari cerita Tantri Kamandaka menjadi salah satu fokus utama dalam eksplorasi kali ini, kisah-kisah binatang dalam relief ini dianggap sangat kaya akan simbolisme dan bisa menjadi sumber inspirasi yang tak terbatas., disusul oleh kisah-kisah lain seperti Aridharma, Kunjarakarna, dan Arjunawiwaha.
"Candi Jago ini seperti perpustakaan raksasa bagi para perajin batik," ujar Rakai. "Setiap relief di sini adalah sebuah cerita, sebuah inspirasi yang menunggu untuk dituangkan dalam kain."
Acara ini semakin menarik dengan adanya sesi Batik Show dan Hunting Foto, menampilkan koleksi motif binatang karya perajin batik Malang. Tak hanya itu, motif alam dan motif heritage yang kini sedang diminati juga dipamerkan, menegaskan betapa beragamnya motif batik Malang yang terus berkembang sesuai selera pasar.
"Perajin batik Malang memang memiliki kebebasan dalam berkreasi, baik dengan motif tradisional seperti kawung maupun motif baru yang terinspirasi dari relief candi," tambah Ki Demang, Ketua Asosiasi Perajin Batik Kota Malang. Menurutnya, eksplorasi motif yang digelar di Candi Jago menjadi salah satu cara untuk menjaga produktivitas perajin sekaligus memperkenalkan motif baru yang berakar pada warisan sejarah Malang.
Kegiatan ini bukan hanya perayaan batik, tetapi juga upaya memadukan sejarah dan kreativitas masa kini. Candi Jago, dengan segala kekayaan reliefnya, menawarkan inspirasi tanpa batas bagi perajin batik Malang untuk terus berkarya dan memperkaya ragam batik Nusantara.
"Batik itu bukan hanya sekedar kain. Batik juga adalah cerminan jiwa bangsa, sebuah karya seni yang mengandung nilai-nilai luhur. Tinggalan relief arca ragam hias di Candi Jago itu bisa menjadi alternatif motif yang dapat dikembangkan oleh perajin batik Malang," tutup pria yang bernama asli Isa Wahyudi yang juga menjadi TACB Kota Malang dan Ketua Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Kota Malang.
Reporter: Francis Xavier